BID’AH PERKARA PALING BURUK DALAM AGAMA
diambil dari faedah kajian:
📘 Kitab Riyaadhusshaalihiin Karya Al Imam An Nawawi Asy-Syaafi’i rahiimahullah | Hadis kedua | BAB 18 (Larangan Berbuat Bid’ah dan Perkara yang Diada-adakan)
👤 Ustaz Soleh Roiful Hadits hafizhahullah
📅 Kamis, 10 Dzulqaidah 1443 H / 9 Juni 2022
🕌 Masjid Umar bin Khattab – Barito Kuala
170. Dari Jabir Radhiyallahu’anhu
Rasulullah صلى الله عليه و سلم apabila berkhutbah maka kedua mata beliau memerah, keras suaranya, dan meledak amarahnya seakan-akan beliau sedang memperingatkan datangnya pasukan musuh. Beliau bersabda, “(Waspadalah) waktu pagi dan sore kalian (dari serangan musuh).” Beliau bersabda pula, “Saya diutus sedang jarak antara aku dan hari kiamat adalh seperti ini.” Sambil beliau merapatkan antara jari telunjuk dengan jari tengah. Beliau bersabda,”Amma ba’d. Sebaik-baik perkataan adalah kitabullah (Al-qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam…
Sedang seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” Kemudian beliau bersabda,”Saya lebih utama dari setiap orang mukmin dari pada dirinya sendiri. Barangsiapa meninggalkan harta, maka hal itu adalah untuk keluarganya. Dan barangsiapa yang meninggalkan hutang atau keluarga yang terlantar maka urusannya kembali kepadaku dan menjadi tanggunganku.”
• Jabir radhiyallahu’anhu, beliau termasuk dalam tujuh sahabat yang meriwayatkan lebih dari 1000 hadis. Beliau juga sangat bersemangat dan sangat gigih dalam menegakkan agama allah Ta’ala, Jabir bin Abdillah adalah sahabat yang tidak mengikuti perang badar dan uhud dikaraenakan beliau mentaati perintah orang tuanya yang menyuruh beliau untuk menjaga saudarinya, sampai akhirnya ayah beliau meninggal dalam perang uhud, maka setelah perang uhud itu Jabir tidak pernah ketinggalan satu perangpun bersama nabi, ada yang menyebutkan bahwa jabir mengikuti perang sebanyak 16 kali. Pelajaran yang kedua yang dapat kita ambil dari sahabat Jabir ialah, beliau tidak ingin melewatkan kebaikan sedikitpun, disebutkan di dalam tafsir ibnu katsir, bahwa sebab turunnya ayat terakhir dari surah An-Nisa yaitu ayat ke-176, karena Jabir bin Abdullah yang sedang sakit, kemudan nabi menjenguknya. Lalu disaat seperti itu Jabir masih sempat memikirkan kebaikan, terutama untuk hak-hak orang lain, yaitu hak saudarinya. Jabir takut jika penyakit yang dideritanya akan membuat dia wafat, kemudian rasulullah diam dan turunlah ayat ini. Dan perkara yang ditanyakan oleh Jabir adalah perkara warisan, yang mana ahli warisnya cuma tersisa saudarinya.
• Jabir menggambarkan sikap nabi saat menyampaikan khutbah, yang mana beliau kedua matanya sampai memerah, suaranya keras, dan meledak-ledak amarahnya, seperti halnya panglima perang, padahal kita tau bahwa Nabi adalah
sosok yang lembut, baik hati, dan ramah. Akan tetapi jika Nabi sedang memperingatkan tentang perkara akhirat maka beliau akan tegas dan lantang seperti yang dijelaskan tadi.
• Dalam hadis ini digambarkan bahwa hari kiamat sangatlah dekat terjadinya, sampai-sampai beliau memberi permisalan seperti jari telunjuk yang dirapatkan ke jari tengah.
• “Sebaik-baik petunjuk adalah dari Nabi Muhammad”, yang dimaksud dengan petunjuk disini ialah petunjuk irsyad, yaitu ketika seseorang menunjuki bahwa inilah jalan kebaikan dan kebenaran. Adapun petunjuk taufiq, yang membuat seseorang tergerak atau sadar untuk mengamalkan kebaikan, maka itu yakni allah ta’ala.
• “Saya lebih utama dari setiap orang mukmin dari pada dirinya sendiri”, maksud dari konteks hadis ini ialah bahwa hak-hak nabi itu lebih utama dibanding dengan hak-hak dirinya sendiri atau orang-orang yang dia cintai. Makanya nabi bersabda dalam hadisnya,”Tidak dikatakan beriman seorang muslim sampai dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, melebihi kecintaanya daripada dirinya sendiri.”
• Hubungan hadis dengan bab: bahwa hadis ini menjelaskan tentang peringatan yang paling buruk, yaitu perkara bid’ah.
• Faedah hadis:
1. Bid’ah (perkara yang diada-adakan dalam agama) adalah sesuatu yang paling buruk karena mengantarkan kepada kesesatan dalam hal ibadah, akidah, dan lainnya. Adapun perkara-perkara yang baru dalam masalah dunia serta tidak menyelisihi syariat, maka hal ini tidak mengapa, sesuai dengan hadis shahih riwayat Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, ”Kalian lebih tau tentang perkara dunia kalian yang mana di dalamnya terdapat manfaat serta tidak melanggar syariat allah, maka kerjakanlah, tetapi jika perkara yang yang kalian lakukan berkaitan dengan agama, maka kembalikan kepada nabi muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”
2. Faedah dari Syaikh Shalih al-Utsaimin tentang orang yang telah meninggal dunia kemudian dia meninggalkan utang, maka nabi yang menanggungnya, kata syaikh,”di dalam hadis ini menunjukkan betapa mulia dan agungnya agama islam, di mana agama islam tidak menganjurkan untuk berutang, apa yang dilakukan oleh nabi di dalam hadis ini ketika nabi sudah mulai dimenangkan oleh allah dalam setiap peperangan sehingga kaum musimin banyak memiliki kekyaan, maka nabi menjadi penanggung bagi kaum muslimin yang meninggal dunia tetapi masih terikat dengan utang. Adapun sebelum nabi dibukan kemenangan demi kemenangan dalam peperangan, maka nabi tidak menyalati orang yang telah meninggal namun masih memiliki utang, namun beliau tetap meyuruh para sahabatnya untuk tetap menyalatkan orang tersebut. Maka dalam hal ini diambil kesimpulan bahwa ketika kita tidak terlalu butuh dengan hal-hal yang istilahnya hanya sebagai penyempurna saja, bukan dalam hal-hal yang darurat, maka alangkah baiknya kita tidak bermudah-mudah dalam berutang.
الكاتب
العبد الفقير إلى الله
Ditulis oleh,
Juru Tulis Pesantren Intan Ilmu & Masjid Umar bin Khattab